Sejak adanya Internet di Indonesia tahun 1994, semua pemakai Internet mengalami kesulitan untuk menggunakan jaringan yang disediakan oleh PT Telkom Indonesia. Kondisi ini kemudian memicu kehadiran gerakan untuk sosialisasi teknologi nirkabel yang konsisten.
Perkembangan nirkabel pun kemudian bergerak di Indonesia sejak dikeluarkannya Kepdirjen Postel No 241 tahun 1999 mengenai penggunaan nirkabel di frekuensi 2,4 GHz. Hal ini diperkuat oleh Keputusan Menteri Departemen Perhubungan No.2 tahun 2005 mengenai penggunaan nirkabel di frekuensi 2,4 GHz.
Pada prinsipnya, penggunaan radio nirkabel ini kemudian dibebaskan dari biaya hak penggunaan frekuensi, sertifikat radio nirkabel sebagai izin siaran radio, pembatasan kekuatan daya pancar radio sampai dengan 36 Dbmwatt, dan pengaturan penggunaan radio nirkabel oleh komunitas.
Di lain pihak, jika melihat fakta, sejak awal tahun 2000 masih sangat sulit mencari teknisi nirkabel. Orang yang mengerti secara rinci teknologi nirkabel pun masih tergolong sedikit. Apalagi banyak orang yang pengetahuan nirkabelnya didapat dari “jalanan” sehingga sering sekali terjadi salah pemakaian teknologi, di antaranya penggunaan amplifier dan tidak diketahuinya perhitungan link budget.
Sementara itu, sejak diperkenalkan di tahun 1990 dan diresmikan penggunaannya tahun 1999, teknologi standar 802.11 (teknologi nirkabel) tidak mengalami suatu kemajuan yang mencolok. Hal yang mencolok justru berkaitan dengan skala ekonomi yang sudah diprediksi sejak awal diperkenalkannya teknologi nirkabel ini. Dengan demikian, ada hal menarik di mana harga teknologi nirkabel menjadi semakin terjangkau. Saat ini, satu access point yang dapat dipakai untuk outdoor unit harganya hanya Rp 500 ribu dan jika digabung dengan antena dan lainnya, harganya tidak lebih dari Rp 2 juta.
Menurut Michael Sunggiardi, anggota IndoWLI (Indosat Wireless LAN Internet), saat ini perangkat nirkabel yang dominan dipakai adalah perangkat yang memiliki daya besar, sehingga tidak memusingkan sewaktu pemasangannya, perangkat yang bentuknya praktis bergabung dengan antena
sehingga tidak membutuhkan tower yang besar dan mahal, dan perangkat yang dapat diutak-atik sehingga memenuhi kebutuhan yang lebih spesifik.
Michael yang juga menjabat CTO PT Marvel Network Sistem menyatakan, saat ini terjadi kekacauan teknologi nirkabel di Indonesia. Hal ini terjadi karena beberapa hal. Pertama, banyak instalatir yang tidak mau peduli dengan peraturan dan tidak mau melakukan kolaborasi. Kedua, akibat murahnya perangkat, setiap orang menaikkan perangkat nirkabel ke atas atap rumah karena infrastruktur belum memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Ketiga, tidak adanya upaya untuk bekerja sama dalam membangun infrastruktur. “Semua mau jalan sendiri,” ujar Michael.
Ke depannya, perkembangan teknologi nirkabel akan mengarah ke beberapa hal. Pertama, semakin banyaknya peranti rumah atau household yang memanfaatkan teknologi nirkabel. Selain itu, industri juga semakin banyak yang memanfaatkan teknologi nirkabel. Kedua, jika penggunaan teknologi nirkabel tidak diatur dengan sebaik-baiknya, maka akan terjadi chaos sehingga teknologi ini akan jalan di tempat. Ketiga, ke depannya diperkirakan tidak akan mudah membuat HotSpot atau wireless city.
Dengan demikian, berdasarkan pengalaman selama lebih dari tujuh tahun dalam teknologi nirkabel, maka Michael menyarankan untuk membuat produk sendiri dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia karena sudah ditunjang oleh open source, open hardware, dan open standard. Hal ini ditambah dengan adanya kemungkinan untuk membuat sistem secara terpadu dari peranti keras dan peranti lunak.
Senada dengan Michael, Hermanudin dari IndoWLI menyatakan, jaringan nirkabel merupakan ujung tombak last mile yang handal, cepat, efisien, dan murah. Terlebih bagi perusahaan-perusahaan yang tidak mempunyai alternatif last mile lain seperti jaringan tembaga, last mile fiber optic, dll.
Di samping itu, dengan terwujudnya kesepahaman peraturan yang diregulasi tentang penggunaan radio nirkabel Wifi, BWA, dan WiMax di semua frekuensi di Indonesia, produk jasa telekomunikasi ke depan diharapkan bisa semakin murah. Adanya peningkatan komunitas pengguna Internet berdampak pada peningkatan komunikasi di masyarakat. Dengan kata lain, teknologi komunikasi harus diliberalisasikan secara komprehensif sehingga menguntungkan perkembangan sumber daya manusia Indonesia ke depannya.
Selasa, 25 Maret 2008
Menilik perkembangan nirkabel di Indonesia
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
beri komen